Nilai Moral yang Dapat Dipelajari dari Tokoh Pewayangan
W |
ayang merupakan sebuah karya seni pertunjukan yang didalamnya mengandung ajaran dan nilai-nilai etis yang sangat lengkap. Kelengkapan ajaran dan nilai-nilai yang ada dalam wayang ini dapat dilihat dari ajaran dan nilai-nilai wayang tentang manusia, alam, semesta, dan Tuhan. Selain itu juga bagaimana manusia dapat mencapai kesempurnaan hidupnya, baik msebagai pribadi, mahkluk sosial, maupun sebagai hamba tuhan[1]. Pertunjukkan wayang dalam setiap pementasannya selalu menawarkan ide cerita atau gagasan yang sangat menarik dan memilki nilai filosofis yang sangat mendalam. Pertunjukan wayang juga merupakan salah satu metode pendidikan watak yag menawarkan suatu hal yang sangat menarik. Menurut Hazim Amir (1991), Wayang mengajarkan ajaran dan nilai-nilainya tidak secara dogmatis sebagai suatu indoktrinisasi, tetapi ia menawarkan ajaran dari nilai-nilai itu, terserah kepada penonton (masyarakat dan individu individu) sendiri untuk menafsirkan, menilai dan memilih ajaran serta nilai-nilai mana dari tokoh pewayangan yang sesuai dengan pribadi atau hidup mereka, karena tidak ada tokoh dalam dunia pewayangan yang mempunyai watak dan karakter yang betul-betul sempurna[2]. Dalam dunia pewayangan khususnya yang menceritakan ephos Mahabarata, Arjuna merupakan salah satu tokoh yang berperan penting dalam alur cerita ini. Tokoh Arjuna dalam dunia pewayangan dikenal sebagai puter raja Astina, yaitu Prabhu Pandhu Dewanata dengan permaisurinya yang bernama Dewi Kunthi atau Dewi Prita. Tetapi secara Biologis ayah dari Arjuna ialah Bathara Indra, Dewi Kunthi hamil karena mengucapkan mantera Adhityahredaya untuk memanggil Bhatara Indra[3]. Dalam perjalanannya Arjuna telah diasuh oleh beberapa orang bijak yang mengajarkan banyak hal baru serta menempa moral Arjuna, sehingga lahirlah karakter Arjuna yang sangat mengemban nilai-nilai keberanian, kesabaran, kebijaksanaan dan dedikasi yang tinggi terhadap tugas yang diemban. Arjuna juga memilki semangat dan ketekunan yang sangat tinggi. Hal ini terlihat ketika ia merasa sangat malu terhadap Drona disebabkan ia tidak dapat melakukan suatu kesaktian yang diperlihatkan oleh Drona dihadapanya. Akibatnya ia bertekad akan belajar yang tekun dan sungguh-sungguh sehingga ia dapat mencapai cita-citanya. Ketekunan Arjuna dalam menuntut ilmu merupakan suatu symbol kegigihan yang dapat diteladani dalam meraih cita-cita atau harapan yang diinginkan. Selain itu Arjuna juga memilki sikap Ksatria atau sekarang dapat disebut sikap seorang lelaki yang gentle. Hal ini terlihat ketika ada sorang Brahmana yang meminta jaminan keamanan untuk ternaknya yang telah dicuri, dengan rasa malu karena tidak dapat memberikan rasa keamanan di negerinya Arjuna bergegas mengambil senjatanya untuk menangkap maling itu. Akan tetapi ketika ia sampai di kamarnya ia melihat saudaranya Yudhistira dengan dewi Drupadi sedang bercakap-cakap, pada waktu itu ia teringat akan perjanjiannya dengan para Pandhawa. Bahwa adanya kesepakatan untuk memperlakukan istri mereka secara bergilir, barang siapa yang melihat Drupadi bersama salah seorang diantara mereka, maka orang yang melihat trsebut harus dihukum selama 10 tahun untuk hidup didalam hutan. Tanpa ragu akhirnya Arjuna segera masuk kamar dan mengambil senjatanya dan berhasil memberantas para pencuri di negerinya. Setelah selesai melaksanakan tugas tersebut ia segera melapor kepada Yudhistira tentang kejadian yang sebenarnya. Walaupun Yudhistira memaafkan ksalahan yang diperbuat oleh Arjuna, tetapi arjuna tetap mengasingkan diri di hutan selama 10 tahun. Dalam cuplikan kisah diatas dapat dipelajari bahwa Arjuna mementingkan kepentingan rakyatnay walaupun itu harus mengorbankan dirinya. Disamping itu ia memegang teguh akan janji yang telah ia buat tanpa sedikitpun mengingkarinya. Sebagai tokoh kesatria sejati arjuna juga mendapat julukan lelananging jagad (lelakinya dunia)[4]. Hal ini disebabkan karena dalam diri arjuna trdapat berbagai pengetahuan, kepandaian, kesaktian dan memilki loyalitas yang tinggi terhadap tugas yang diembanya. Arjuna juga memiliki banyak istri, dalam dunia pewayangan, wanita dapat dipandang sebagai simbol kesaktian, oleh karena itu banyaknya istri arjuna tersebut menunjukkan kesaktian serta jabatan yang dimilikinya[5]. Dalam dunia pewayangan, nilai-nilai kebaikan yang tercermin dalam karakter Arjuna yang berkaitan dengan keberanian, semangat akan pentingnya pengabdian, kegigihan, serta sifat ksatria inilah yang patut untuk dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Walaupun Arjuna memilki banyak sifat positif yang dapat ditiru, tetapi ada juga sifat negative yang dimilikinya yang harus dihindari. Contohnya adalah pada saat Arjuna dengan ditemani anjingnya sedang berburu dihutan, ketika itu anjingnya menyalk dengan sangat keras kepada Ekalaya (seorang pangeran dari Nisida) yang sedang berlatih memanah. Karena merasa terganggu akhirnya Ekalaya melepaskan tujuh anak panah sekaligus kearah suara yang mengganggunya tersbut. Dan ketujuh panah itu tepat mengenai moncong anjin arjuna, sehingga anjing tersebut berhenti menyalak dan kembali kepada Arjuna. Dengan penasaran Arjuna mencari siapa yang memanah anjingnya dengan tujuh anak panah tersebut, akhirnya sampailah Arjuna kepada Ekalaya yang memiliki ke tujuh anak panah tersebut. Dengan perasaan yang sangat kagum akan kemampuan memanah Ekalaya, Arjunapun menanyakan siapa yang menggajarkan ilmu memanah tersebut. Kalay menjawab Drona. Mengetahui hal itu Arjuna kesal dan menuduh gurunya tidak mengajarkan seluruh ilmu yang dimilkinya kepadanya dan pilih kasih dalam mengajarkan suatu ilmu kepada dirinya. Dan Drona juga pernah berkata bahwa ia akan menjadi pemanah terbaik di Marcapada. Mendengar keluhan dari murid kesayangannya tersebut akhirnya Drona meminta agar Ekalaya memotong ibu jari kanannya sebagai bukti kesetian kepada gurunya. Ekalaya menyanggupi permintaan gurunya dan mempersembahkan ibu jari tersebut kepada gurunya. Akhirnya kemampuan memanah Ekalaya tidak seperti dulu lagi sehingga Arjuna berhasil mengalahkan keterampilan memanah yang dimilki oleh Ekalaya. Dalam cuplikan cerita tersebut, tampak bahwa tuduhan Arjuna terhadap gurunya dilandaskan atas perasaan iri terhadap orang yang memilki keterampilan yang lebih baik darinya. Disamping itu Arjuna juga memilki sifat sombong yang membanggakan kesaktian yang ia milki. Karena memilki dua sifat inilah pada saat meninggal Arjuna tidak dapat pergi ke Nirwana secara sempurna. Akhirnya kembali lagi kepada penikmat kesenian ini, untuk merenungkan setiap sifat karakter pewayangan yang memang pantas untuk ditiru, dan beberapa sifat yang harus dihindari dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ini.
Nama : Akhmad Ryan Pratama
NIM : 120710020
Departemen : Ilmu Sejarah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar