Senin, 01 November 2010

MENYELAMATKAN BUDAYA INDONESIA


MENYELAMATKAN BUDAYA INDONESIA
Oleh 
Akhmad Ryan Pratama

            Indonesia merupakan salah satu negara yang  terbesar dan terkaya di kawasan Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kemajemukan tertinngi dibandingkan negara lainya, hal ini dapat kita tinjau dari beberapa aspek yang memang menunjukan bahwa bangsa kita merupakan suatu bangsa yang multi dimensional. Dari pulau Sabang sampai Marauke, setiap daerah yang tersebar di Indonesia pasti memiliki kebudayaan mereka sendiri, seperti pakaian daerah, upacara pernikahan, tarian, makanan, samapai bahasa derah yang tidak sama antara satu daerah dengan daerah yang lainya. Dari segi ekonomi bangsa Indonesia juga memiliki berbagai sumber daya alam yang membuat iri negara lain, sehingga negara lain berusaha untuk mencuri, mengambil atau apapun bentuknya untuk memperoleh sumber daya alam tersebut. Sejarah telah mencatat bahwa Indonesia telah menjadi incaran bangsa-bangsa Barat sejak awal abad ke 15. Di era globalisasi ini para negara bersaing untuk menjadi negara termaju dalam segala bidang terutama ekonomi, sehingga tak heran banayak negara mulai mencari inovasi untuk mengembangkan produk atau suatu cara untuk menambah  devisa pemasukan negara mereka. Oleh karena itu Indonesia yang memiliki berbagai sumber daya yang belum terkelola secara efisien dan optimal menjadi sasaran yang paling empuk untuk dijarah kekeyaan sumber dayanya.

            Terutama akhir-akhir ini mencuat isu bahwa beberapa kebudayaan Indonesia telah di curi oleh negara terdekat kita Malaysia, isu ini disebabkan karena Malaysia memakai lagu rasa sayange sebagai lagu tema promosi pariwiasata mereka, lagu ini di nyanyikan dengan 3 bahasa yaitu bahasa, melayu, mandarin, dan India. Yang menggambarkan 3 ras terbesar yang tinggal di Malaysia. Seharusnya lagu itu berasal dari Indonesia dengan bukti tidak adanya penggunaan huruf e (Rasa Sayange) pada kosa kata melayu, tapi mereka (Malaysia) dengan mudah mengelak bahwa lagu itu berasal dari Indonsia, dengan bukti bahwa judul lagu tersebut (Rasa Sayang Hey) tidak ada akhiran e. padahal kalau dilihat lebih jauh lagi Malaysia telah beberapa kali merampas bahkan berani melecehkan kedaulatan bangsa kita. Seperti tercuat kasus bahwa di Kalimantan timur tepatnya di kabupaten Nunukan Malaysia berani memajukan patok perbatasan sejauh 25 Km ke dalam wilayah Indonesia, tidak sampai di situ saja saat ini Malaysia telah melakukan riset dan menyiapkan bukti bahwah mereka akan segera mematenkan batik, melihat tingkah laku Malaysia yang semakin agresif dan mulai memandang rendah bangsa kita seharusnya pemerintah segera turun tangan untuk melakukan beberapa tindakan yang dapat meneyelamatkan folklore serta heritage kebudayaan kita, memang di dalam Pasal 10 ayat (2) UU Hak Cipta yang menyatakan Negara memegang Hak Cipta atas folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama.
Konsep ini merupakan konsekuensi logis dari sistem pengaturan tentang Pemegang Hak Cipta yang terdapat di dalam Pasal i butir (4) dan Pasal 2. Dengan konsep Negara sebagai pemegang hak cipta, maka Negara memiliki hak eksklusif atas folklore. Walaupun tujuan pemberlakuan Pasal 10 ayat (2) UU Hak Cipta adalah dalam hubungannya dengan pihak asing, akan tetapi dalam pelaksanaanya, aparatur birokrasi dan hukum dapat menafsirkan secara berbeda. Contohnya adalah yang terjadi di Kabupaten Surakarta yang telah mendaftarkan desain batik klasik, dan memperoleh sertifikat pendaftaran dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Dengan bukti pendaftaran itu, Pemerintah Daerah Surakarta sebagai “pemegang hak cipta” atas batik-batik klasik itu bisa saja melarang pihak lain di luar warga Surakarta untuk menggunakan motif-motif dalam industri batik mereka di daerah lain. Atau sebaliknya, berdasarkan bunyi Pasal 10 ayat (3) UU Hak Cipta Pemda Surakarta dapat memberikan exclusive license kepada pihak asing yang tertarik untuk memproduksi suatu desain tertentu. Pihak asing yang merasa telah mendapatkan exclusive license itu bisa saja melarang pihak lain (termasuk warga negara Indonesia sendiri) untuk menggunakan desain yang lisensinya telah diberikan kepadanya secara eksklusif.heritage kita. Kekurangan yang terjadi pada aparatur pemerintah kita diperparah dengan masuknya budaya-budaya dari luar yang bersifat merusak generasi mudah kita, sehinnga generasi muda bangsa kita lebih tertarik untuk mempelajari atau meniru budaya asing tersebut mereka tidak tertarik lagi untuk blajar kebudayaan bangsa mereka sendiri karena takut di ejek ketinggalan zaman atau kuno. Sehingga kebudayaan kita hampir mngalami kepunahaan karena tidak adanya regenerasi.

            Masalah yang kita hadapi ini ialah masalah bersama, oleh karena itu walaupun pemerintah telah mulai menyusun suatau tim intuk mulai mendata seluruh kekayaan  budaya Indonesia dan mulai menyusun UU mengenai perlindungan budaya kita tetapi apabila, tindakan pemerintah itu tidak diimbangi oleh peran aktif yang dilakukan masyarakat, maka tujuan kita bersama untuk melestarikan dan melindungi budaya kita ini tentunya tidak akan tercapai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar