Kamis, 28 Oktober 2010

Review Beberapa Buku Maritim Menarik


Review Beberapa Buku Maritim Menarik

Pendahuluan

            Indonesia yang dikenal sebagai negara kepulauan terbesar didunia tentu saja memiliki wilayah laut yang sangat luas, serta garis pantai yang sangat panjang. Adanya kekhasan spasial atau kondisi geografis  yang dimiliki oleh Indonesia, juga memberikan warna tersendiri bagi corak budaya, serta kondisi sosial masyarakat pesisir disetiap daerah atau pulau yang terdapat di Indonesia.
            Kondisi geografis Indonesia yang memang sebagian besar terdiri dari laut, memungkinkan berkembangnya tradisi bahari atau maritim. Tradisi bahari atau maritime tersebut biasanya berkaitan erat dengan pola perdagangan dan pelayaran. Dapat dilihat bahwa hasil dari tradisi tersebut tertuang dalam bentuk materi, seperti pola dan bentuk teknologi perahu yang unik.
            Posisi geografis Indonesia yang berada pada persilangan jalur penting perhubungan dunia, telah memberikankedudukan dan peranan startegis pada Indonesia, baik dalam percaturan hubungan antar bangsa dan merupakan salah satu sumber kemajuan bangsa.
            Dengan wilayah laut yang sangat luas tentu saja memerlukan suatu pengamanan yang sangat intensif, hanya saja fnomena yang terjadi beberapa waktu yang lalu mengindikasikan bahwa peranan angkatan laut Indonesia belum maksimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih banyaknya kerugian yang dialami oleh negara, akibat pencurian ikan secara illegal oleh negara lain. Selain itu maraknya kasus infiltarsi terhadap batas laut wilayah Indonesia oleh negara lain juga merupakan salah satu ancaman yang serius terhadap matra geopolitik dan geostartegis Indonesia, sehingga dapat disimpulkan bahwa armada militer Indonesia masih mengalami kekurangan dan harus segera ditingkatkan.
            Beberapa paparan diatas menyebutkan bahwa laut memiliki peranan penting terhadap pembentukan suatu sikap atau perilaku, terhadap masyarakat yang berada disekitar laut tersebut. Sehingga terdapat sebuah peristiwa yang penting dan unik yang mempunyai relevansi dengan laut. Peristiwa tersebut dapat disebut dengan sejarah maritime.

1. Makassar Sebagai Kota Maritim
Dalam buku yang berjudul ”Makassar Sebagai Kota Maritim” ini berisi tentang bagaimana kondisi kota Makassar itu sendiri. Fokusnya adalah menjelaskan bagaimana kedudukan Makassar sebagai kota maritim. Dengan fokus tersebut maka yang menjadi perhatian utama dari penulis adalah kegiatan ekonomi masyarakat yang melalui pelayaran dan perniagaan, serta bagaimana interaksi sosial dengan bangsa-bangsa lain.
Dengan predikatnya sebagai kota maritim, sehingga memungkinkan Makassar untuk menjalin hubungan dengan bangsa lain. Hubungan Makassar dengan negara maupun kota-kota lain tidak sekadar pada hubungan dagang. Namun, dalam perkembangannya hubungan tersebut menyangkut penyebaran agama, perkembangan politik, militer, pemukiman, lingkungan fisik, dan sosial  budaya yang tak mungkin terlupakan.
Dalam kaitannya dengan perniagaan, tentunya ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Misalnya, kedatangan orang-orang bangsa Eropa ke nusantara untuk berniaga, sehingga ditemukannya jalan menuju pulau rempah-rempah. Hal tersebut didukung dengan kerajaan Makassar yang telah mulai berkembang  dan memiliki armada niaga. Dalam hal perniagaan tidak hanya orang Eropa saja yang datang ke Makassar, tetapi ada juga pedagang-pedagang Melayu. Kedatangan orang Melayu di Makassar punya peran penting tidak hanya dalam perdagangan tetapi juga dalam penyebaran agama Islam dan dalam birokrasi.Bahkan dalam struktur kerajaan Gowa (Makassar) banyak orang Melayu memegang peranan penting di istana.
Dengan adanya hubungan dagang penduduk Makassar dengan daerah lain, memungkinkan terjadinya hubungan lain, misalnya dalam hal persebaran agama. Orang Portugis diterima oleh orang Makassar, sehingga orang-orang Portugis tidak hanya memanfaatkan peluang tersebut untuk berdagangan, tetapi juga untuk menyebarkan agama nasrani. Begitu pula dengan pedagang Melayu yang turut serta menyebarkan agama Islam. Kedatangan orang-orang Melayu di Makassar terutama yang berasal dari Pattani disebabkan oleh kehancuran hagemoni kesultanan Malaka, pada saat kota Malaka berhasil ditaklukkan oleh Portugis pada tahun 1511. Secara tidak langsung kedatangan orang-orang Melayu di Makassar membawa akibat bagi orang-orang Makassar itu sendiri, seperti adanya suatu proses asimilasi kebudayaan yang dilakukan melalui perkawinan campuran.
Kemasyuran kota Makassar tidak lepas dari politik kerajaan Gowa  yang menempatkan Makassar sebagai pusat perdagangan. Kehadiran Makassar sebagai kota niaga  diikuti pula oleh  penyusunan sistem administrasi  dan birokrasi negara maritim. Pada saat itu mulai ditempatkan Syahbandar untuk membantu raja menangani pemerintahan kerajaan Gowa. Kekuatan militer juga dibangun dan dilengkapi, karena faktor keamanan bandar merupaka unsur vital dalam pengembangan.
Hal lain yang berkembang sejalan dengan Makassar sebagai kota maritim adalah teknologi, seperti transportasi dilaut dan alat penangkapan ikan tumbuh dan berkembang. Hukum pelayaran dan perdagangan  diciptakan, administrasi pelabuhan disempurnakan.
Penyebab meningkatnya aktivitas pelayaran dan perniagaan di Makassar tidak terlepas dari tehnik pengembangan dan pembuatan perahu, yaitu munculnya Perahu Pinisi, yang mampu mengarungi lautan dengan daya jelajah yang luas. Perkambangan teknologi perkapalan juga diduakung dengan adanya kodifikasi hukum-hukum Pelayaran dan Perniagaan yang disebut Amanna Gappa, hukum tersebut dikodifikasikan oleh Amanna Gappa seorang suku bugis yang hidup di daerah Wajo. Hukum Amma Gappa tersebut mengatur proses transaksi perdagangan, mulai penggunaan modal usaha, kontrak bagi hasil laba, utang piutang dan sebagainya.
Dengan adanya hukum Amanna Gappa yang menghubungkan antara pemilik modal dan orang yang menjalankan modal tersebut maka jelas terlihat adaya system perniagaan partnership atau system Commenda. Dari system ini diketahui bahwa terdapat keterlibatan raja, kaum bangsawan dan orang kaya yang ikut sebagai penanam modal pada masa itu. Sedangkan orang yang menjalankannya diserahkan oleh para pedagang dengan mengatasnamakan pemilik modal tersebut. Komoditi yang diperdagangkan dalam perniagaan ini hampir sama dengan daerah lainnya di Indonesia pada masa itu, yaitu Beras, rempah-rempah, kayu cendana, kain, ada beberapa teori yang mengatakan bahwa terdapat juga perdagangan budak di Makassar.
Proses runtuhnya Makassar sebagai Bandar niaga tidak lepas dari kekalahan kerajaan Gowa terhadap VOC pada Perang Makassar (1666 – 1669). Akibatnya  kemajuan yang telah dicapai kota Makassar mulai merosot. Butir-butir Perjanjian Bongaya yang menghancurkan peranan Bandar Makassar tersebut, antara lain : Semua benteng pertahanan yang dibangun untuk melindungi kota (termasuk para pedagang), harus dihancurkan, kecuali Benteng Somba Opu dan Benteng Ujungpandang (yang kemudian dikenal dengan sebutan Fort Rotterdam) yang dipinjamkan untuk pemukiman dan kantor dagang VOC. Sedang Benteng Sompa Opu tetap menjadi pusat pemerintahan kerajaan. Dalam perjanjian Bongaya juga menegaskan, semua pedagang asing yang bermukim di Makassar harus diusir keluar, dan hanya VOC yang boleh melakukan perdagangan di Makassar dan bebas dari segala bentuk pajak perdagangan. Dengan adanya perjanjian tersebut maka mulai merosotnya kegiatan perniagaan bebas yang terdiri dari pedagang-pedagang dari bermacam-macam negara. Hal ini mengakibatkan merosotnya perekonomian kerajaan. Sehingga lambat laun runtuhlah hagemoni Makassar sebagai kota perniagaan.

2. Budaya Bahari
            Buku pertama yang akan dibahas ialah buku budaya bahari karangan dari Djoko Pramono ini memaparkan tentang kebudayaan bahari yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Hanya saja cakupan pembahasan dalam buku ini menurut saya sangat luas.
            Dalam buku ini dibahas mengenai wawsan nusantara, dalam hal ini buku ini menggambarkan mengenai aspek geografis Indonesia yang memiliki posisi yang sangat strategis. Dengan kata lain, dari aspek geografis tersebut kemudian penulis buku ini merangkum beberapa topic secara tematis, mengenai beberapa hal yang terjadi di Indonesia yang berhubungan dengan kegiatan bahari.
            Sehingga dalam buku ini tersusun secara tematis dan general, dalam artian buku ini memaparkan mengenai peristiwa-peristiwa penting berupa peperangan yang terjadi pada masa abad ke 16 hingga 18 yang terjadi di perairan Indonesia. Dalam segi ekonomi dibuku tersebut juga dicatat bagaimana perkembangan perdagangan dan perniagaan pada masa abad ke 16. Ketika itu Indonesia yang merupakan sumber komoditi utama perdagangan pada masa itu, yaitu rempah-rempah. Dalam hal ini disebutkan bahwa karena komoditi itulah akhirnya Indonesia menjadi salah satu tujuan dari pelayaran bangsa-bangsa Eropa. Berbagai akibat yang timbul akibat kedatanagn bangsa-bangsa ropa tersebut, yaitu adanya praktek kolonialisasi yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan praktek monopoli perdagangan.
            Selain itu dalam buku ini juga dibahas mengenai karifan local yang dimiliki oleh Indonesia, sebagai negara kepulauan terluas didunia. Di dalam buku ini dibahas bagaimana setiapa daerah yang ada di Indonesia memiliki budaya sendiri-sendiri yang bersifat unik. Sehingga terdapat suatu heritage (Kebudayaan) yang beranekaragam.
            Pada bagian terakhir dari buku ini juga dibahas mengenai kondisi kontemporer yang terjadi dalam dunia maritime Indonesia. Yaitu adanya ancaman yang mampu menggusur kearifan local di bidang bahari. Ancaman tersebut berasal dari dalam maupun luar. Di sisi lain Indonesia memiliki banyak kekurangan dalam bidang militer, sehingga kurang bisa mengkover kedaulatan Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kasus pulau Sipadan dan Ligitan yang jatuh ketangan Malaysia.

3. Orang Mandar Orang Laut
            Dalam buku  yang ditulis oleh Muhammad Ridwan ini, dapat diambil beberapa makna penting. Buku ini menrupakan salah satu catatan etnografi yang dilakukan oleh beliau, dengan objek penelitian ialah suku mandar, dan kebudayaan maritime mereka. Didalam buku ini dapat ditemukan sapek kebudayaan maritime dari suku Mandar itu sendiri, mulai dengan kegiatan sebelum berlayar, upacara-upacara perpisahan, ritual sewaktu melepas perahu karena berpamitan dengan daratan, atau dalam istilah Mandar disebut dengan saatnya Sande dipertemukan dengan ibu-bapaknya: Ilmu pengetahuan yang diperlukan seorang pelaut; ketrampilan untuk melawan badai; cara-cara menangkap ikan, sampai soal pembagaian hasil dikalangan awak kapal.
            Dalam buku ini juga dijelaskan bagaimana cara-cara pembuatan teknologi peralatan yang biasanya digunakan untuk pergi menangkap ikan bagi nelayan-nelayan dari Suku Mandar.  Pada masa pergolakan di Sulawesi Selatan banyak orang dari suku Mandar mengungsi ke luar dari kampong halamannya, yaitu di pulau Jawa dan Bali. Dalam buku ini juga diperkenalkan istilah pappalele yaitu pedagang perantara yang memasarkan hasil tangkapan yang mereka dapatkan.
            Catatan perjalanan ini juga merekam kehidupan bahari pelaut Mandar pada awal millennium ketiga ini, yang pada saat ini megalami perubahan yang sangat cepat akibat terjadinya kemajuan iptek yang diikuti dengan perubahan sosial dan budaya. Dalam bab penutup dikemukakan bahwa fungsi sande telah berubah yang disebabkan oleh berkurangnya ketersediaan bahan pembutanya, yaitu kayu yang sudah mulai langka, dan peminat yang memesannya mulai berkurang. Penulis dalam buku ini juga brsikap skeptic terhadap keterbelangsungan sandei, apahkah sande mampu menarik minat generasi muda Mandar untuk memegang teguh kebudayaan tradisional mereka.  
            Dalam buku ini juga dikritisi bagaimana tardisi motangnya, yaitu kebiasaan menghanyut dan memburu telur ikan terbang. Walaupun harga hasil tangkapannya smakin tidak sebanding dengan biaya dan jerih-payah yang dilakukan oleh sawi (anak buah kapal) untuk mendapatkannya. Belum lagi juga populasi ikan terbang yang semakin berkurang, sekali lagi penulis buku ini skeptic terhadap tardisi tersebut. Apahkah tradisi penagkapan telur ikan terbang ini masih dapat ditruskan apahkah harus dihentikan.
            Untuk menjaga kelestarian tardisi tersebut, maka salah satu cara yang harus dilakukan ialah melakukan penjagaan ekosistem. Dengan cara melakukan kembali revitalisasi terhadap ekosistem, seperti menanam pohon bakau dan budidiya telur ikan terbang.
             Dalam buku ini juga disinggung mengenai tantangan bagi suku Mandar di masa yang akan mendatang. Menurut Aturang Parroppongong, laut adalah milik umum. Oleh karena itu, semua pihak berhak menempatkan Roppong di laut. Tetapi dalam perkembangannya hubungan  antar-suku bangsa dan antar bangsa, makan istilah umum meluas. Apabila laut dianggap milik umum, maka kelompok lainpun berhak untuk memanfaatkan potnsi laut sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Sehingga bisa saja terjadi bentrokkan dengan kepentingan nelayan Roppong. Konflik kepentingan pernah terjadi dengan pihak pengusaha pertambangan lepas pantai, namun konflik tersebut berhasil diselesaikan dengan pemberian ganti rugi terhadap nelayan Roppong. Namun tradisi menempatkan Roppong dilaut dengan menghormati hak ulayat setempat, namun tentu saja penempatan trsbut tidak boleh membahayakan alur lalu lintas lauat yang semakin ramai.     
            Pertentangan mengenai azas laut bebas atau laut tertutup, yang mewarnai hubungan intenasional di masa lampau, saat ini telah mulai ditinggalkan sejak dunia maritime internasional menerima azas baru yaitu , bahwa laut adalah warisan umat manusia bersama (the human common heritage of mankind). Yang dititipkan oleh nenek moyang kta semua untuk ditipkan dan dipelihara. Gagasan tersebut pertama kali dilontarkan oleh Arvid Pardo pada tahun  1976 di hadapan Majelis umum PBB.  Selain itu ia juga mngingatkan perihal the ecological unity of ocean space (kesatuan ekologi ruang samudra), yaitu penggunaan ataupun penyalahgunaan sebagaian laut akan berdampak paa seluruh wilayah bahari.
            Buku ini menggambarkan betapa pandai masyarakat suku Mandar beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang dialami pada masa lalu dan masa sekarang. Dalam hal ini penulis berharap bahwa suku Mandar dapat bertahan dari arus Globalisasi yang dapat mengikis kebudyaan mereka.

4. Sun Tzu seni Perang Modern di Mandala Lautan
            Buku yang  ditulis oleh colonel laut Gatot soedarto menggambarkan tentang seni perang modern di mandala lautan dengan menggunakan pendekatan ajaran seni berperang tokoh legendaries Sun Tzu, seorang panglima perang dan ahli strategi Cina yang hidup sekitar tahun 505 SM.
            Analisis dan telaah ajaran Sun Tzu dalam buku ini memiliki konteks langsung dengan peristiwa historis dengan terjadinya peperangan dilautan abad ke 20.  Yaitu perang pasifik (1941-1945) dan prang Falklands (1982). Dalam perang pasifik, terbukti seni perang sun Tzu berlaga di perang mandala lautan Pasifik, sementara di tahun 80an masih berjaya sebagai strategi kampanye maritime Inggris yang terbesar sejak perang dunia ke II. Kedua perang tersebut memiliki prinsip, asas maupun tata laku peperangan yang diajarkan oleh Sun Tzu yang ada di mandala lautan. Prinsip dan ajaran yang memilki kaitan dan signifikansi langsung dengan kebutuhan kelautan di Indonesia adalah bagaimana membangun manajemen kelautan dan kontekstual dengan kondisi kelautan di Indonesia, seperti strategi command of the sea ataupun praktik-paraktik deception. Belajar dari sejarah bangsa Indonesia, tampak bahwa startegi itu pernah digunakan oleh bangsa asing dalam menguasai nusantara, walaupun kita terkenal moyang pelaut.
            Perang pasifik, yang dibuka dengan serangan Jepang terhadap pangkalan Amerika serikat di Pearl Harbor, tepat dihari minggu tanggal 7 Desember 1941, dan diakhiri empat tahun kemudian juga pada hari minggu tanggal 2 September 1945 dengan upacara resmi menyerahnya Jepang digeladak kapal perang Missouri, pada dasarnya merupakan suatu bentuk peperangan laut di zaman modern, dan merupakan “pameran” teknologi persenjataan kapal perang sekaligus pesawat udara. Istilah nama perang Pasifik itu sendiri menunjukkan mandala peperangan lautbluas dikawasan Pasifik.
            Dalam buku ini dipilih lima topic seni peperangan laut, dan digunakan sebagai judul dalam bab 2 hingga bab 6. Pertama yaitu mengenai serangan pendadakan, terbukti dalam perang pasifik dan Perang Falklands, bahwa serangan pendadakan merupakan metode perang yang paling banyak digunakan, dan hasilnya sangat menentukan keberhasilan peperangan. Kedua ialah memilih dan menentukan medan pertempuran, merupakan faktor penting yang tdiak bisa diabaikan. Selain memberikan pengaruh yang besar terhadap moral tempur pasukan, kecermatan dalam memilih dan menetukan medan pertempuran dapat memberikan banyak keuntungan, baik pada aspek taktis maupun strategis. Ketiga ialah hindari bagian yang kuat dan dan serang paa bagian yang lemah, merupakan landasan dari prinsip-prinsip perang. Keempat ialah maneuver dan kecepatan, merupakan salah satu sifat dasar dari kekuatan kapal perang laut, dan hal itu bertepatan dengan ajaran Sun Tzu.  Kelima dan terakhir ialah moral dan naluri tempur, tentang hal itu tidak diragukan lagi, karena pada akhirnya keberhasilan didalam perang sangat ditentukan oleh moral pasukan, disamping faktor keunggulan senjata.

5. Orang Bajo Suku Pengembara Laut.
            Dalam buku yang dikarang oleh seorang etnolog berkebangsaan Perancis mengenai suku bajo, salah satu suku pengembara Laut yang ada di Indonesia. Pada saat melakukan penelitian, penliti melakukan suatu metode penelitian sebagai apa yang disebut sebagai peneliti partisipan.
            Buku ini secara detail menggambarkan atau melukiskan kehidupan sehari-hari Orang Bajo, mulai dari ritual yang biasa mereka lakukan, upacara kelahiran bayi, bagaimana kepercayaan animism serta dinamisme mereka, yang masih mereka pertahankan.
            Bagian paling menarik dalam buku ini ialah opini peneliti terhadap masa depan orang-orang Bajo. Dalam hal ini peneliti mengungkapakan suatu realitas yang dihadapi oleh orang-orang bajo, yaitu hidup menetap. Realitas ini merupakan asas maa depan mereka. Suatu program pemerintah merencanakan pemindahan suku Bajo dan penempatan mereka di daratan, padahal mereka sudah hidup di atas air selama berabad-abad. Secara umum orang bajo sadar bahwa nasib dan daya hidup mereka bertumpu  pada cara hidup maritime mereka.
            Saat ini reaksi orang-orang Bajo berbeda, tergantung dari kondisi di setiap desa. Hidup menetap telah menggoyahkan kehidupan desa, sedemikian rupa sehingga sebuah perpecahan nyaris timbul diantara penduduk, dalam sebuah masyarakat  yang secara turun temurun.  Situasi baru yang tak dapat mereka hindari ialah, pada saat mereka dimintai pendapat oleh pemerintah  mengenai relokasi mereka ke darat. Pada saat berdialaog dengan pemerintah, peneliti menjelaskan dengan gambar-gambar sebagai bukti bahwa program hunian darat tidak masuk akal dari berbagai segi: manusia, ekonomi, materi. Peneliti menekankan bahwa masyarakat bajo termasuk warisan Sejarah dan kemanusiaan Indonesia. Akibatnya pemerintah mengurungkan niatnya untuk mrelokasi desa tersebut dan mendirikan jembatan penghubng antara desa tersebut dengan laut.
            Terakhir penulis juga memperingatkan akan bahay lain yang mengancam orang bajo. Seperti sejumlah suku tradisional lainnya. Bahwa suku-suku tardiusional tersebut dijadikan sebagai bahan totonan atau dieksploitasi secara massif. Hal ini tentu saja dapat merusak adat istiadat mereka. Oleh karena itu dibuku tersebut peneliti tidak memberikan lokasi detail dari lokasi yang ditelitinya. Pesan yang tersirat dalam buku tersebut juga ialah bawa orang Bajo merupakan suku pengembara laut dan itu merupakan suatu takdir bagi mereka. Dan kita ahrus mengupayakan agar kebudayaan tradisional mereka tidak hilang. Karena kearifan budaya mereka merupakan salah satu kekayaan intelektual dari bangsa yang bernama Indonesia ini.

Kesimpulan
            Dari pemamparan beberapa buku diatas dapat dittarik sebuah kesimpulan, bahwa laut memiliki suatu peranan  penting terhadap aspek kehidupan manusia. Dari lautlah manusia belajar, dan tradisi belajar tersebut disebut tardisi bahari. Laut juga membetuk karakteristik suatu suku atau bangsa, sehingga bangsa tersebut memiliki suatu kebudayaan maritime yang sangat kuat.
            Dari beberapa buku tersebut saya melihat ada beberapa keraguan dari penulis buku tersebut, tentang ancaman terhadap kelestarian kebudayaan tardisional bahari mereka. Hal ini disebabkan oleh beberapa sebab. Akan tetapi sebab yang paling utama ialah adanya arus globalisasi yang sangat besar, sehingga ruang mereka dipersempit, dan tidak ada cara lain untuk menyesuakikan diri, selain mengubah cara hidup mereka.
            Dalam kesimpulan ini saya ingin menekankan bahwa ternyata di perairan laut Indonesia sangat kaya akan potensi, baik itu potensi alam dan mampu menelurkan beberapa kearifan local. Pada konteks sejarahpun tercatat beberapa peristiwa penting yang terjadi di laut, seperti perang Pasifik yang sampai masuk ke wilayah perairan Indonesia. Sedangkan dibidang kekayaan intelektual direperesentasikan dengan banyaknya teknologi tradisional, serta budaya bahari beberapa suku yang ada di Indonesia dalam mengarungi laut.    



Daftar Pustaka
Alimuddin, Muhammad R. Orang Mandar Orang Laut: Kebudayaan Bahari Mandar Mengarungi Gelombang Perubahan Zaman. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). 2005.
Lapian, Adrian B. Pelayaran dan Perniagaan Nusantara abad ke-16 dan 17. Jakarta : Komunitas Bambu. 2008. 
Pramono, Djoko. Budaya Bahari. Jakarta: Gramedia Pustaka. 2004.
Rasjid, Abdul, Restu Gunawan. Makassar Sebagai Kota Maritim. Jakarta: CV.Putra Prima, 2000.
Soedarto, Gatot. Sun Tzu Seni Perang Modern di Mandala Lautan. Jakarta: Aksara Karunia. 2003.
Zacot, Francois R. Orang Bajo: Suku Pengembara Laut.  Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). 2002.
   


Rabu, 27 Oktober 2010

Runtuhnya Byzantium

Keruntuhan Byzantium

Pendahuluan

Sebelum Konstatinopel jatuh ketangan Turki Ottoman, Byzantium mulai melemah pada awal abad ke 8 M. Beberapa kelemahan tersebut disebabkan oleh konflik internal yang terjadi didalam tubuh kekaisaran Byzantium, serta munculnya kekuatan baru yaitu Islam. Perlu diketahui bahwa sejak Byzantium dipimpin oleh kaisar Basil II, sisrem militer Byzantium berubah total, sistm yag awalnya terdiri dari beberapa divisi tempur yang dapat bergerak cepat yang disebut (τάγματα) tagmata, dengan pasukan yang memiliki markas dan bersifat defensive. Selain itu hampir sebagian besar paukan tempur Byzantium terdiri dari pasukan bayaran, pasukan bayaran memiliki kelemahan yang sangat mengancam kestabilan keamanan kekaisaran Byzantium, pasukan bayaran sering kali kurang memiliki loyalitas, sehingga moral mereka gampang sekali runtuh ketika bertempur, hal ini telah dibuktikan ketika pertempuran Yarmuk, dimana pasukan Byzantium yang berjumlah 100.000 orang dapat dikalahkan oleh pasukan Muslim yang berjumlah 20.000 orang yang dipimpin oleh Khalid ibnu walid. Selain itu kekaisaran Byzantium harus mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk menyewa tentara bayaran ini, sehingga kas kekaisaran semakin berkurang.
Ketika bangsa Pengembara Hun yang berasal dari asia, berkuasa hampir di seluruh wilayah Asia, maka Byzantium harus membayar upeti yang sangat berat kepada bangsa hun. Wabah penyakit sampar (black death) yang melanda di Eropa sehingga membuat bangsa Eropa mengalami suatu kemunduran, di saat itulah orang-orang muslimbangkit dan tidak menyia-nyiakan keadaan yang kacau, ruwet yang disertai juga pertikaian antara kerajaan Kristen (Inggris dengan Perancis yang terkenal dengan perang 100 tahun, yang kemudian memunculkan pahlawan gadis kecil bernama Joan de Arc,).
Kekeacauan yang terjadi di Eropa pada waktu itu juga merupakan salah satu pengaruh mengapa konstatinopel mengalami kemunduran. Ketika perang salib 1 meletus, puluhan ribu pasukan salib yang berasal dari berbgai negara di eropa (terutama perancis dan Inggris) tiba di Konstatinopel, mereka berlaku sangat tidak sopan, dengan menjarah altar-altar hagai shopia yang berisi barang-barang berharga. Tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk rivalitas antara gereja Katolik dengan gereja Orthodok. Tindakan itu juga merupakan bukti bahwah kerajaan Byzantium tidak lagi memiliki kewibawaan, dan sangat bergantung terhadap bantuan dari Eropa.


Proses Penakhlukkan Byzantium oleh Pasukan Muslim

Abu Qubail menuturkan dari Abdullah bin Amr bin Ash, “Suatu ketika kami sedang menulis di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba beliau ditanya, “Mana yang terkalahkan lebih dahulu, Konstantinopel atau Romawi?” Beliau menjawab, “Kota Heraklius-lah yang akan terkalahkan lebih dulu.” Maksudnya adalah Konstantinopel.” [H.R. Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim]
“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335]
Pada akhir abad ke 4 M, Kekaisaran Romawi akhirnya telah terpecah menjadi dua bagian yaitu, Katholik Roma di Vatikan dan Yunani Orthodoks di Byzantium atau Constantinople yang kini menjadi Istanbul. Perpecahan tersebut sebagai akibat dari konflik gereja, meskipun dunia masih tetap mengakui keduanya sebagai pusat peradaban. Constantine The Great memilih kota di selat Bosphorus tersebut sebagai ibukota, dengan alasan strategis di batas Eropa dan Asia, baik di darat sebagai salah satu Jalur Sutera maupun di laut antara Laut Tengah dengan Laut Hitam dan dianggap sebagai titik terbaik sebagai pusat kebudayaan dunia, setidaknya pada kondisi geopolitik saat itu. Banyak alasan mengapa banyak yang mengincar kota ini untuk dikuasai, termasuk bangsa Gothik, Avars, Persia, Bulgar, Rusia, Khazar, Arab-Muslim dan Pasukan Salib meskipun misi awalnya adalah menguasai Jerusalem. Arab-Muslim terdorong ingin menguasai Byzantium tidak hanya karena nilai strategisnya, tapi juga atas kepercayaan kepada ramalan Rasulullah SAW melalui riwayat Hadits di atas. Selain itu berkali-kali kekaisaran Byzantium selalu melanggar perjanjian damai dengan arab-Muslim, sejak zaman muslim awal, yaitu pada saat Rasullullah masih ada, Kekaisaran Byzantium selalu mengancam kedudukan Orang arab Muslim.

Upaya pertama dilakukan oleh orang arab muslim dalam melakukan konstatinopel dilakukakn oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 668M, namun usaha tersebut gagal dan salah satu sahabat Rasulullah SAW yaitu Abu Ayyub Al-Anshari ra. gugur. Sebelum wafat Abu Ayyub sempat berwasiat, jika ia wafat ia minta untuk dimakamkan di titik terjauh, yang bisa dicapai oleh kaum muslim dalam penyerangan tersebut. Akhirnya para sahabatnya berhasil menyelinap dan memakamkan beliau persis di sisi tembok benteng Konstantinopel di wilayah selat Golden Horn.
Generasi berikutnya, baik dari Bani Umayyah dan Bani Abbasiyyah hingga Turki Utsmani. Selama 800 tahun kegagalan selalu terjadi, sehingga anak Sultan Murad II yaitu Muhammad II naik tahta di kerajaan Turki Utsmani. Pada masa pemerintahan Murad II juga gagal menaklukkan Byzantium. Sejak Sultan Murad I, Turki Utsmani dibangun dengan suatu sistem kemiliteran yang canggih, salah satunya adalah dengan dibentuknya pasukan khusus yang disebut Yanisari. Beberapa sumber juga menyebutkan, bahwa Janissary terdiri dari orang-orang Kristen Ortodok yang setia terhadap kesultanan Turki usmani. Dengan pasukan militernya Turki Utsmani menguasasi sekeliling Byzantium, sehingga Constantine merasa terancam, walaupun benteng yang melindungi kota terdiri dari dua lapis, namun seluruh kota sangat sulit untuk ditembus, Constantine pun meminta bantuan ke Roma, namun konflik gereja yang terjadi, serta adanya perpecahan dalam negara eropa sendiri tidak menelurkan banyak bala bantuan. Sehingga Constantine pun harus bertahan untuk menghadapi gempuran pasukan ottoman.


Pada hari Jumat, 6 April 1453M, Muhammad II atau disebut juga Mehmed bersama gurunya, syaikh Aaq Syamsudin, beserta tangan kanannya, Halil Pasha dan Zaghanos Pasha merencanakan penyerangan ke Byzantium dari berbagai penjuru benteng kota tersebut. Dengan berbekal 150.000 ribu pasukan dan meriam buatan Urban teknologi paling mukhtahir pada waktu itu, panjang meriam tersebut 9 meter,dan mampu menembakkan peluru seberat 600Kg sejauh 1,5 Km, hanya saja senjata ini memiliki satu kelemahan, yaitu membutuhkan waktu lebih dari 3 jam untuk kembali kepada posisi siap tembak kembali. Akhirnya sultan Muhammad II mengirim surat kepada Paleologus untuk masuk Islam atau menyerahkan penguasaan kota secara damai atau perang. Constantine dan Paleologus menjawab tetap mempertahankan kota dengan dibantu oleh Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan dan Giovanni Giustiniani dari Genoa.
Kota Konstatinopel yang dilindungi dengan benteng sepanjang 10m tersebut memang sulit ditembus, selain di sisi luar benteng pun dilindungi oleh parit 7m. Dari sebelah barat melalui pasukan altileri harus membobol benteng dua lapis, dari arah selatan laut Marmara pasukan laut harus berhadapan dengan pelaut Genoa pimpinan Giustiniani, dan dari arah timur armada laut harus masuk ke selat sempit Golden Horn, yang sudah dilindungi dengan rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil pun tak bisa lewat.


Berhari-hari hingga berminggu-minggu benteng Byzantium tak bisa ditembus, kalaupun runtuh serta membuat celah pasukan Constantine mampu mempertahankan celah tersebut dan dengan cepat menumpuk kembali hingga tertutup. Usaha lain pun dicoba dengan menggali terowongan di bawah benteng, cukup menimbulkan kepanikan kota, namun juga gagal. Hingga akhirnya sebuah ide yang tidak mungkin disangka, yang dilakukan hanya dalam waktu semalam. Ide tersebut ialah ketika mengetahui bahwa salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui selat Golden Horn yang sudah dirantai. Ide tersebut akhirnya dilakukan, yaitu memindahkan kapal-kapal melalui darat untuk menghindari rantai penghalang yang merintangi selat tersebut, hanya dalam waktu semalam sekitar 70 buah kapal dapat ditarik oleh prajurit-prajurit Turki, sehingga bisa memasuki wilayah selat Golden Horn, untuk melancarkan serangan dari arah laut.


Pada tanggal 29 Mei, setelah sehari istirahat perang, Muhammad II kembali menyerang total, diiringi hujan dengan tiga lapis pasukan, irregular di lapis pertama, lapisan pertama ini terdiri dari pasukan yang kurang terlatih, yang memang bertujuan untuk membunuh sebanyak mungkin penjaga yang mengawal tembok benteng kota Konstatinopel, Anatolian Army di lapis kedua dan terakhir pasukan Yanisari. Giustiniani sudah menyarankan Constantine untuk mundur atau menyerah, akan tetapi Constantine tetap konsisten hingga gugur di peperangan. Kabarnya Constantine melepas baju perang kerajaannya dan bertempur bersama pasukan biasa hingga tak pernah ditemukan jasadnya. Menurut legenda, sebelum sultan masuk kedalam kota, malaikat turun dan mengubah Constantine menjadi batuan marble dan menaruhnya di bawah gerbang kota Konstatinopel, dan akan bangkit kembali pada saat kota tersebut kembali ketangan Uman nasrani. Giustiniani sendiri terluka parah, ketika harus mempertahankan selat Golden Horn, sehingga ia harus meninggalkan kota dengan pasukan Genoa-nya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan. Atas kehilangan tokoh-tokoh penting tersebut, maka sisa-sisa dari pasukan Byzantiumpun terpukul moralnya, sehingga tidak lagi memiliki semangat untuk bertempur.
Konstantinopelpun akhirnya telah jatuh, penduduk kota berbondong-bondong berkumpul di Hagia Sophia, dan Sultan Muhammad II memberi perlindungan kepada semua penduduk, siapapun, baik Islam, Yahudi ataupun Kristen. Hagia Sophia pun akhirnya dijadikan masjid dan gereja-gereja lain tetap sebagaimana fungsinya bagi penganutnya.


Ketika kota tersebut jatuh ketangan Turki Ottoman toleransi tetap ditegakkan, siapa pun boleh tinggal dan mencari nafkah di kota tersebut. Hal ini seperti yang dituturkan oleh saksi sejarah.
On the third day after the fall of our city, the Sultan celebrated his victory with a great, joyful triumph. He issued a proclamation: the citizens of all ages who had managed to escape detection were to leave their hiding places throughout the city and come out into the open, as they were remain free and no question would be asked. He further declared the restoration of houses and property to those who had abandoned our city before the siege, if they returned home, they would be treated according to their rank and religion, as if nothing had changed .

Sultan kemudian membangun kembali kota, membangun sekolah –terutama sekolah untuk kepentingan administratif kota– secara gratis, siapa pun boleh belajar, tak ada perbedaan terhadap agama, membangun pasar, membangun perumahan, bahkan rumah diberikan gratis kepada para pendatang yang bersedia tinggal dan mencari nafkah di reruntuhan kota Byzantium tersebut. Hingga akhirnya kota tersebut diubah menjadi Istanbul, dan pencarian makam Abu Ayyub dilakukan hingga ditemukan dan dilestarikan. Hingga kini Hagia Sophia yang megah berubah fungsi menjadi museum yang sangat bersejarah dan dikagumi karena arsitekturnya yang begitu indah dan menawan.

Kesimpulan

Kejatuhan Byzantium ke tangan orang-orang muslim telah membuat hilangnya kekaisaran yang bergaris keturunan Romawi selama-lamanya, walaupun begitu Byzantium telah mampu bertahan selama hampir 1100 tahun. Dengan jatuhnya Byzantium maka dapat dikatakan bahwa hubungan antara benua Eropa dengan kebudayaan timur dekat telah terputus. Hal ini terjadi karena Byzantium yang berfungsi sebagai pintu gerbang menuju ke dunia timur telah jatuh. Sehingga bangsa Eropa sempat mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan perdagangan dengan bangsa-bangsa di bagian timur. Karena hampir sebagian rute perdagangan yang melewati laut telah dikuasai oleh Turki Ottoman. Dengan kata lain akhirnya bangsa Eropa terpacu semangatnya untuk mampu menembus blockade hagemoni orang-orang Turki Ottoman. Sehingga setelah Konstatinopel jatuh mereka kemudian dengan giat mengembangkan ilmu Pengetahuan dan teknologi mereka. Bangsa Eropa juga banyak menyerap ilmu pengetahuan dari timur dan menyempurnakannya, sehingga tidak lama setelah konstatinopel jatuh mereka mengalami Renaissance, suatu kebangkitan bangsa Eropa yang ditandai dengan kemajuan di berbagai aspek kehidupan, sehingga kurang dari 3 Abad atau pada awal abad ke 18, orang-orang Eropa telah mampu menyaingi dominasi orang-orang muslim, bahkan melebihi orang-orang Muslim itu sendiri.











Daftar Pustaka :
Alatas Alwi. Al Fatih : Sang penahkluk Konstatinopel. Jakarta : Zikhrul Hakim . 2005.
Al Hasyimi Abdul. Sang Penakluk. Terj. Jakarta : Akbar Media Eka Sarana. 2007.
Simons Gerald. Kelahiran Eropa. Terj. Jakarta : Tira Pustaka. 1985.

Sumber lain :
http://en.wikipedia.org/wiki/Fall_of_Constantinople
http://gbu-best.org/?p=29
http://fuad30.blog.friendster.com/2008/10/dinasti-abbasyiyyah/
http://en.wikipedia.org/wiki/Byzantine_battle_tactics
http://www.mlahanas.de/Greeks/Medieval/war/ByzantineArmy.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Cataphract
http://en.wikipedia.org/wiki/Byzantine_army
http://en.wikipedia.org/wiki/Battle_of_Yarmouk

Kamis, 21 Oktober 2010


Perkotaan merupakan pusat pemukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi pengaruhnya, maka suatu kota akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu. Dengan adanya tata ruang ini tentunya dalam rangka penyesuaian terhadap fungsinya untuk pelayanan dan sekaligus kenyamanan lingkungan untuk pemukiman.
Pemukiman dalam masyarakat kota merupakan kebutuhan yang sangat penting. Pembangunan di perkotaan adalah untuk memenuhi kebutuhan rumah dari setiap lapisan, baik itu lapisan atas, menengah dan bawah. Dalam suatu rencana kota atau kita amati saja dilingkungan sekitar bahwa penggunaan lahan yang terbesar akan diperlukan untuk pemukiman. Pemukiman itu sendiri mempunyai beberapa komponen penting, yaitu pertama lahan atau tanah yang digunakan untuk pemukiman. Kedua, prasaranan pemukiman, seperti jalan, saluran air bersih, saluran air kotor, jaringan listrik, telepon, dan sebagainya. Ketiga, perumahan (tempat tinggal yang dibangun). Keempat, mempunyai fasilitas umum, seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, lapangan, taman, dan lain-lain.[1]
Dari keempat komponen ini memang sangat bagus bila dapat terpenuhi dalam kehidupan perkotaan. Namun, untuk memenuhi semua komponen tersebut bagi suatu kota besar bukanlah hal yang mudah. Ada saja masalah yang muncul, misalnya karena adanya tekanan urbanisasi yang melonjak begitu cepat membawa akibat terhadap pengaturan tata ruang kota yang pada umumnya kurang menguntungkan bagi masyarakat yang termarginal. Kondisi ini terutama terjadi pada suatu kota yang pola pengembangannya bersifat konsentrik atau memusat. Kondisi ini tidak hanya membuat para kaum marginal terdesak kedaerah pinggiran tetapi seringkali mereka juga harus berpuas diri dengan berbagai fasilitas publik yang minim, jauh berbeda dengan warga kota yang secara ekonomi lebih baju. Oleh Karena itu, salah satu problem terbesar suatu perkotaan adalah peruntukan ruang untuk pemukiman warga miskin.


[1] Budi D. Sinulingga, Pembangunan Kota Tinjauan Regional dan Lokal, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999), hlm.,186.