Kamis, 02 Desember 2010

MISINTIPERASI MASYARAKAT TERHADAP PEMAKNAAN BULAN RAMADHAN

MISINTIPERASI MASYARAKAT TERHADAP PEMAKNAAN BULAN RAMADHAN


        Ramadhan mungkin suatu kata yang tidak asing di benak kita. Ramadhan merupakan suatu bulan yang penuh dengan berkah dan ampunan bagi orang-orang yang berusaha untuk mendapatkanya. Di Bulan inilah umat manusia mendapat petunujuk yang dapat membawa manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya. Yaitu turunya Al-qur’an ke dunia ini.di bulan yang mulia ini berbondong-bondong umat muslimmelakukan segala peningkatan aktivitas ibadah. Hal ini dapat kita saksikan dengan penuhnya tempat-tempat ibadah oleh kaum muslimin yang ingin melakukan bebagai aktivitas ibadah seperti Shalat terawih, Itikaf, qiyamul lail, mabit, berbagai kajian keislaman, serta hal-hal lain yang tidak dapat disebutkan.

        Pada umumnya masyarakat memiliki pandangan bahwa hanya di bulan Ramadhan inilah Allah melipatgandakan segala pahala amal ibadah, seperti dari ibadah sunnah memiliki pahala setara amal ibadah perbuatan wajib, dan amal perbuatan wajib dilipatgandakan hingga mencapai suatu batasan yang tidak dapay dikalkulasi secara matematis. Pandangan yang dianut oleh masyarakat ini benar, hanya saja apabila pemaknaan arti Ramadhan hanya sebatas meningkatkan amal ibadah saja tanpa adanya proses tarbiyah (pembinaan) terhadap diri kita sehingga aktivitas ibadah kita yang selama bulan Ramadhan meningkat tetapi setelah bulan ramadhan usai. amal ibadah kita menjadi turun atau tidak memiliki konsistensi (istiqamah) dalam beribadah di luar bulan Ramadhan, tentu saja pemaknaan Ramadhan ini sangat sempit atau sangat dangkal.

Sebagai contoh yang nyata dapat kita lihat pada bulan-bulan atau hari-hari biasa sebelum bulan Ramadhan tempat-tempat ibadah seperti masjid atau mushala hanya didatangi oleh beberapa orang saja. Bahkan mungkin saja ada sebuah fakta yang sangat memprihantinkan mungkin saja di suatu tempat ada seorang muadzin (pengumandang adzan) merangkap menjadi seorang imam dikarenakan idak ada seorang pun jama’ah yang datan untuk mendirikan shalat berjamaah.

Mungkin pada permulaan kita memasuki bulan Ramadhan tempat-tempat ibadah penuh sesak oleh yang ingin melaksanakan berbagai aktivitas ibadah, tetapi keadaan mulai berbalik apabila bulan Ramadhan akan setelah berakhir atau dengan kata lain mendekati hari raya idul fitri, tempat-tempat ibadah yang semula penuh berangsur-angsur jema’ahnya mulai berkurang dikarenakan pada saat itu masyarakat mulai sibuk untuk mempersiapkan hari raya idul fitri.

Pada hari-hari menjelangnya berakhirnya bulan Ramadhan hampir seluruh pusat perbelanjaan ramai dipadati oleh para pengunjung yang sibuk berbelanja untuk mempersiapkan kebutuhan pada saat hari raya, salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya jumlah pengunjung ialah hampir di seluruh pusat perbelanjaan tersebut menawarkan obral besar-besaran yang disertai diskon dan potongan harga yang besar.

Karena tingkah laku masyarakat itu, akhirnya berimbas atau mempengaruhi pola kegiatan perekonomian mereka , mungkin pada bulan-bulan lainya sebelum bulan Ramadhan mereka menyusun anggaran belanja konsumsi dengan sekala prioritas atau penuh dengan berbagai pertimbangan dalam membelanjakan uang mereka. Tetapi sangat disayangkan sikap masyarakat itu mulai hilang ketika akhir dari bulan Ramadhan, mereka membelanjakan uang mereka dengan sangat boros (konsumerisme) rata-rata meraka membeli barang yang tidak seberapa penting dan mendesak untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Allah berfirman :

Bulan Ramadhan ialah (bulan) yang didalmnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang bathil). Karena itu barang siapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkanya itu, pada hari-hari lain Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu, hendaklah kamu mencukupkan bilanganya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur. (Q.S Al-Baqarah 2 : 185)

Dalam kutipan surah Al- Baqarah bahwa Allah sesungguhnya ingin menjadikan bulan Ramadhan sebagai sarana tarbiyah (pembinaan) bagi hamba-hamba-Nya agar mereka menjadi orang yang bertaqwa dan bersyukur. Seharusnya dengan momen bulan Ramadhan ini dapat kita manfaatkan sebagai cara melatih diri kita. Dengan berpuasa secara tidak langsung kita menanamkansikap empati ke dalam diri kita, pada saat berpuasa kita secara langsung ikut merasakan kelaparan, sebagaimana rasa lapar yang juga dialami oleh saudara kita yang sedang berada dibelahan bumi lainya. Seharusnya kita juga menyadari betapa banyak saudara kita yang tidak dapat merasakan nikmatnya menjalankan ibadah puasa dikarenakan berbagai alasan.

Ibrah (hikmah) yang dapat kita ambil dari ibadah berpuasa mungkin telah dijelaskan dia ayat berikut ini :

“maka nikmat Tuhan kamu yang manahkah , yang kamu dustakan?” (Q.S Ar-Rahman)

Ayat ini disebutkan dalam 78 ayat yang terdapat dalam surah Ar-Rahman sebanyak 31 kali ini merupakan pengulangan yang bijaksana yang merupakan atmosfir vital untuk mengingatkan manusia akan pentingnya bersyukur. Karena sesungguhnya manusia itu bersyukur untuk dirinya sendiri, apabila manusia tidak mau bersyukur hal ini tidak membawa pengaruh terhadap kebesaran Allah SWT karena sesungguhnya Allah itu Maha Kaya dan tidak membutuhkan sesuatu dari mahkluk ciptaanya.

Momen Ramadhan ini juga merupakan tolak ukur seberapa besar rasa cinta kita kepada Allah SWT.
Cinta merupakan kehidupan hati dan santapan ruhani, tanpa cinta hati seseorang tidak dapat merasakan kenikmatan hidup dan kebahagiaan. Apabila hati telah kehilangan cinta, maka yang tersisa hanyalah penderitaanya yang lebih menyakitkan daripada sakitnya mata yang kehilangan penglihatan, juga telinga yang kehilangan pendengaran, hidung yang kehilangan daya penciuman dan lisan yang tidak mampu berbicara lagi. Bahkan kebinasaan hati karena kehilangan cinta kepada Allah jauh lebih menyakitkan daripada kebinasaan tubuh karena kehilangan nyawa. Hanya orang yang dihatinya ada kehidupan sajalah yang dapat membenarkan pernyataan ini. (Al Jawaab Al Kaafi, hal 282-283)

Sesungguhnya kenikmatan yang paling utama bagi kita ialah apabila kita melakukan segala amal perbuatan baik, dilandaskan keihklasan karena rasa cinta kita kepada Allah SWT.
Oleh sebab itu harapan terbesar yang sebenarnya kita tuju ialah keridhaan dari rabb kita. semoga amal ibadah yang kita lakukan pada saat bulan Ramadhan dapat kita jaga kuantitas maupun kualitasnya selama 11 bulan ke depan hingga Allah mempertemukan kita dengan Ramadhan tahun depan.
Wa alllahu alam bi shawab.




Ditulis oleh Akhmad Ryan Pratama Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya UNAIR Departemen Ilmu Sejarah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar